ArtikelBerita

Peluang Propinsi Kalimantan Utara Sebagai Wilayah Pengembangan Bisnis Properti Tingkat Dunia

Beberapa tahun terakhir ini perkembangan pasar real estate dikawasan Asia Pasific berkembang secara cepat melalui daya dorong yang berkelanjutan sebagai akibat dari pergeseran kapital menurut tipe aset dan geografisnya. Pada satu sisi perkembangan saham dan obligasi dunia tetap rendah, sehingga real estate menjadi porto folio yang sangat menarik sebagai sarana untuk men-deliver fixed income yang tidak dapat tertampung dalam investasi bentuk lainnya. Pola pertumbuhan ekonomi global juga berimbas pada pola aktivitas turisme dunia. Kelompok penjelajah (travelers) dunia berekspansi keluar wilayah destinasi yang tradisionil. Peningkatan perkenalan pola silang budaya (cross cultural contact) serta kemudahan akses informasi menambah ketertarikan para penjelajah dunia untuk mengunjung tempat-tempat eksoktik yang belum dikenal dan menarik untuk didatangi. Pada saat yang sama industri real estate dan properti memperluas maknanya, seiring dengan pertumbuhan sektor-sektor pembangunannya. Turisme/pariwisata tidak saja berhubungan semata-mata dengan aktivitas, tetapi melekat pada usaha menciptakan branding aktivitas, termasuk seluruh fasilitas yang memberikan fleksibilitas untuk terlibat dalam pelbagai tipe kepemilikan dalam industri real estate. Industri real estate adalah bagian integral dari suatu basis infrastruktur sektor turisme sebagaimana sektor lain dalam perekonomian. Aktivitas turisme sangat erat berhubungan dengan letak geografis dan ruang fisik dimana aktivitas yang dilakukan dikembangkan oleh suatu entitas bisnis real estate.

Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan industri pariwisata kelas dunia, dimana mendapatkan manfaat dari karunia potensi wisatanya yang kaya dan dibangun di atas kesuksesan pariwisata di Bali. Laporan Daya Saing Perjalanan dan Pariwisata tahun 2017 (The Travel and Tourism Competitiveness Report 2017) menempatkan Indonesia pada peringkat ke-14 (dari 136 negara) untuk sumber daya alam dan ke-23 untuk sumber daya budaya dan perjalanan bisnisnya, keduanya mencakup alasan utama untuk melakukan perjalanan. Namun, pada indikator-indikator lainnya, seperti pelestarian lingkungan serta kesehatan dan kebersihan, Indonesia tertinggal. Sementara itu, laporan terbaru The Travel and Tourism Competitiveness Report 2019 secara keseluruhan, Indonesia berada pada peringkat 40 naik dari tahun 2017 dari posisi ke 42, dalam kenaikan ini berbanding terbalik dengan beberapa Negara Asia Tenggara lainnya, misalkan :Thailand [ranking 31 (2017) menjadi urutan 34 (2019)], Malaysia [urutan 26(2017) menjadi urutan 29 (2019)] dan Singapura [urutan 13 (2017) menjadi urutan 17 (2019)].

 

Pemerintah Indonesia telah memutuskan untuk mengubah ekonomi Indonesia dengan menggunakan sektor pariwisata sebagai salah satu pendorong utama pertumbuhan. UU No. 10 Tahun 2009 menyatakan bahwa pembangunan kepariwisataan diperlukan untuk meningkatkan kesetaraan dalam kesempatan kerja dan mengatasi kesulitan persaingan usaha dalam perekonomian global. Sementara Indonesia telah mengalami pertumbuhan yang tinggi dalam jumlah wisatawan mancanegara sejak tahun 2006, industri pariwisata terus tertinggal dari para pesaing dalam mencapai potensi penuhnya, dengan perbedaan yang signifikan dalam pertumbuhan antar daerah tujuan wisata. Oleh karena itu, Indonesia perlu mengembangkan industri pariwisata ke tingkat yang sesuai dengan keadaan warisan alam dan budayanya.

Program Prioritas Nasional Pembangunan Pariwisata Indonesia, (PPNPPI) dipandu oleh RPJMN Pemerintah Indonesia tahun 2020-2024. Tujuan PPNPPI adalah untuk meningkatkan jumlah wisatawan mancanegara dan domestik serta penerimaan devisa, lapangan kerja, kontribusi PDB serta daya saing pariwisata dan mencakup enam bidang program: (i) pemasaran dan promosi internasional; (ii) pembangunan daerah tujuan wisata; (iii) pengembangan sumber daya manusia dan kelembagaan; (iv) keterbukaan dan akses internasional; (v) hubungan ekonomi lokal; (vi) keselamatan dan keamanan serta kesehatan dan kebersihan. Pemerintah Indonesia sedang menyempurnakan dan memperkuat program pembangunan pariwisatanya.

Pemerintah RI, menetapkan salah satu sumber potensi devisa adalah melalui pengembangan sektor pariwisata. Tiga kawasan pariwisata akan dikembangkan melalui sinergi kebijakan, pendanaan multi pihak yaitu kawasan Danau Toba, Kawasan Mandalika dan kawasan Magelang – Borobudur, ditambah dengan beberapa kawasan lainnya, seperti Tanjung Kelayang, Tanjung lesung, Gunung Bromo, Labuan Bajo, Kawasan Taman Nasional Wakatobi, Kepulauan Seribu, dan Morotai

 

Peluang Bisnis Pasar Leisure High Class, di Propinsi Kalimantan Utara.

 

Seperti juga negara tetangga kita Sabah yang masuk dalam Negara Malaysia, Indonesia khususnya wilayah Kalimantan Utara mempunyai kawasan-kawasan yang potensial untuk dikembangkan sebagai destinasi tingkat dunia. Kawasan Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Malinau dengan potensi alam yang luar biasa, merupakan kawasan hutan tropis terbesar, serta terletak didataran tinggi, dapat dikembangkan sebagai tempat tujuan wisata yang mempunyai segmen khusus dan bersifat High Class Leisure.

Berdasarkan hasil riset publikasi JLL International Properti Consultant, May 2016, Indonesia kedatangan wisatawan sebesar 9,7 juta orang pada tahun 2015, mengalami kenaikan sekitar 3,1% dari tahun sebelumnya. Tiga terbesar wisatawan asing itu disumbang oleh 3 negara yaitu; Singapura (18,4%), Malaysia (15,7%), Australia (12,0%) dan sisanya dari pelbagai negara lainnya. Dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia yang kedatangan lebih dari 25 juta orang, peluang Indonesia masih sangat terbuka lebar untuk kunjungan wisatawan asing. Secara khusus pada 2 negara tersebut diatas pasar wisatawan penyumbang terbesar adalah dari China, Singapura. Nampaknya pasar wisatawan ke Indonesia harus difokuskan pada target pasar China, Korea dan Jepang, tanpa mengurangi fokus pada pasar Eropa dan USA. Dengan target pasar wisatawan sekitar 20 juta orang pada tahun 2019, maka peluang daerah khususnya yang mempunyai keunikan geografis menjadi peluang yang cukup menarik bagi daerah untuk mengembangkan kawasan wisata baru.  

Sumber : JLL International Properti Consultant, May 2016n.

 

 

Daya Tarik KALTARA, Pengembangan Daerah Perbatasan Sebagai Teras Negara & Pengembangan Ekonomi Lokal.

Melihat peluang pasar “segmen tertentu”, pengembangan bisnis properti di Propinsi Kalimantan Utara sangat potensial untuk digarap sebagai destinasi baru. Sejalan dengan itu, sebenarnya pemerintah telah menetapkan beberapa kawasan pengembangan diwilayah propinsi Kalimantan Utara (Kaltara). Kawasan Ekonomi Terpadu dan Perbatasan Tarakan, Tanjung Selor, Sebatik dan Long Nawang serta Kawasan Pengembangan Perbatasan Kalimantan (The Heart of Borneo) di Kabupaten Malinau, telah masuk dalam agenda pemerintah untuk digarap dan dikembangkan. Konsentrasi pengembangan wilayah terutama pada 2 Kabupaten yaitu Kab. Nunukan dan Kab Malinau. Kedua Kabupaten ini selain masih sangat tertinggal dari segi pembangunan diseluruh sector, juga karena letaknya yang langsung berbatasan dengan Negara Malaysia, yang sudah lebih maju. Tinggal Tema pengembangan apa yang sebaiknya dikembangkan untuk wilayah Kaltara ini. Salah satunya adalah melalui pengembangan tema destinasi pariwisata khusus, “hutan tropis”. Sebagai perbandingan Malaysia, dengan negara bagian Sabah, mengembangkan destinasi wisata tropis melalui pengembangan dan pelestarian beberapa kawasan seperti : Tabin Wildlife ReserveTaman Negara Gunung Kinibalu, Tangkulap Forest Reserve, Deramakot Forest Reserve, Pinangah Forest Reserve, Maliau Basin Conservation Area, Taman Bukit Tawau, Taman Negara Pulong Tau, Gunung Mulu National Park dan Taman Negara Gunung Buda. Hampir semua kawasan yang dikembangkan mempunyai fasilitas seperti hotel, home stay resort, aktivitas outdoor, dan even-even tertentu sebagai bagian dari promosinya.

Potensi pengembangan daerah wisata di Propinsi Kaltara sendiri dapat diidentifikasi sebagai berikut :

a.  Kabupaten Nunukan : wisata alam Pantai Batu Lemampu, Puncak Bukit Batu Sicien, Air Terjun Ruab Sebiling, dan Air Terjun Binusan serta wisata budaya musik dan tari bamboo tradisional.

b. Kabupaten Malinau: Air Terjun Taras, Air Terjun Marthin Billa, Batu Ujang-ujang, arus liar Sungai Tugu dan Sungai Bahaowulu, air panas Semolon, dan wisata eko di Taman Nasional Kayan Mentarang serta wisata budaya di Desa Long Ampung, Long Nawang, dan Desa Samburudut.

c. Kabupaten Tana Tidung: Gunung Rian di Desa Safari Rian Kecamatan Sasayap yang berhutan lindung luas dengan Air Terjun Rian, Batu Mapan yang dinilai keramat di Km 6 Tidung Pale, sumber air panas di Mantalapan, Air Terjun Bikis, dan menyusuri Sungai Sesayap dengan perahu menikmati hutan lindung di sepanjang Sesayap serta wisata budaya melihat adat istiadat dan kebudayaan Suku Tidung.

d. Kota Tarakan Pantai Amal di Kampung empat, 11 Km dari pusat kota, Wana Wisata Persemaian di daerah Juata, bunker dan gudang museum peninggalan Belanda, Tugu Australia, Tugu Perabuan di Jalan Markoni, dan Meriam Perang bekas peninggalan Belanda di Jalan Sumatra.

e. Kabupaten Bulungan: potensi arung jeram di Sungai Giram dan Sungai Kayan, Air Terjun Long Pin, Sumber Air Panas Sajau, Gunung Putih, Air Terjun Idaman KM 18, Pulau Burung, Pantai Tanah Kuning, Pantai Nibung, Pantai Nibung yang berpasir putih, dan Pantai Bahari Karang Tigau di Desa Tanah Kuning.

 

 

 

 

Bagaimanapun pengembangan wilayah wisata di Propinsi Kaltara sendiri tetap menghadapi kendala dan hambatan yang bersifat generik. Beberapa kendala, yang menghambat pembangunan kepariwisataan di Indonesia antara lain: (i) buruknya akses dan kualitas infrastruktur serta pelayanan yang terus terjadi bagi warga, pengunjung, dan dunia usaha; (ii) di luar Bali, terbatasnya keterampilan tenaga kerja dan pelayanan kepariwisataan sektor swasta; (iii) lemahnya lingkungan yang mendukung untuk investasi swasta dan membuka usaha; dan (iv) koordinasi antar kementerian/lembaga, pusat-daerah, dan pemerintah-swasta yang buruk dan kemampuan implementasi yang lemah untuk pembangunan kepariwisataan secara umum, dan secara khusus untuk pemantauan dan pelestarian kekayaan alam dan budaya. Mengatasi kendala tersebut secara komprehensif, terpadu, dan bertahap, merupakan kunci untuk membuka potensi Indonesia dan mengembangkan industri pariwisata yang dibangun di atas keberhasilan Bali dan melakukannya pada tingkat yang sama dengan karunia kepariwisataan luar biasa yang dimilikinya.

 

Kendala pertama untuk pembangunan kepariwisataan adalah buruknya akses dan kualitas infrastruktur serta pelayanan yang terus terjadi bagi warga, pengunjung, dan dunia usaha. Indonesia berada di bagian paling bawah dari beberapa indikator daya saing pariwisata yang terkait dengan akses dan kualitas infrastruktur dan pelayanan, antara lain: kelestarian lingkungan (pengolahan air limbah), kesehatan dan kebersihan (penyediaan air minum dan sanitasi), infrastruktur pelayanan kepariwisataan (kamar hotel), dan infrastruktur darat (jalan) dan pelabuhan laut. Pada umumnya kendala keterhubungan diselesaikan dengan membuka pintu gerbang utama, seperti yang dicanangkan di dalam rencana pembangunan infrastruktur daerah. Kesenjangan pada daya dukung terutama disebabkan oleh keterbatasan infrastruktur dan pelayanan yang disediakan bagi warga, dengan permintaan pengunjung yang hanya mencatatkan sebagian kecil dari total kebutuhan – saat ini dan di masa yang akan datang. Kontribusi untuk mengatasi kesenjangan ini, yang sangat penting adalah memperbaiki kondisi pelayanan kesehatan dan kebersihan daerah tujuan wisata dan kelestarian lingkungan dan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dari kekayaan alam dan budaya di mana menjadi modal dari pertumbuhan wisatawan di masa yang akan datang.

Kendala kedua adalah keterbatasan keahlian dan keterampilan tenaga kerja di bidang pariwisata dan pelayanan kepariwisataan pada sektor swasta. Di luar Bali, angkatan kerja di Indonesia memiliki keahlian terbatas untuk memberikan pelayanan pengalaman wisata yang lengkap (seperti pemandu wisata, masakan, pengalaman budaya) secara menguntungkan dan berkelanjutan. Lebih lanjut lagi, sebagian besar usaha di daerah tujuan wisata yang kurang berkembang maupun yang sedang berkembang harus memperbaiki standar dan kualitas pelayanan dan fasilitas kepariwisataan mereka dan mengingat pesatnya perkembangan digitalisasi di sektor ini – kehadiran mereka secara daring (online). Apabila tidak ada perbaikan, perusahaan dan individu akan berjuang untuk berpartisipasi dan mendapatkan keuntungan dari peluang ekonomi yang diciptakan oleh pembangunan daerah tujuan wisata yang terpilih di luar Bali.

Kendala ketiga bagi masuknya investasi dan usaha di sektor pariwisata adalah lemahnya iklim investasi dan usaha di dalam negeri dan di daerah-daerah tujuan wisata. Investor potensial mengungkapkan bahwa kerumitan dan ketidakpastian peraturan, terutama di tingkat daerah, dan kurangnya kejelasan mengenai kawasan-kawasan pembangunan dan program pemerintah sebagai kendala. Total investasi langsung luar negeri dan dalam negeri di hotel dan restoran di Indonesia dan usaha pariwisata lainnya mencapai sebesar hampir US$1 miliar pada tahun 2015. Di tiga daerah (Toba, Borobudur, Mandalika)  tujuan wisata tersebut, pertumbuhan investasi semakin beragam. Untuk mencapai perkiraan 9.938 kamar hotel tambahan yang dibutuhkan pada tahun 2021 dan 12.130 kamar hotel tambahan pada tahun 2026 yang dapat mengakomodasi proyeksi jumlah pengunjung ke tiga daerah tujuan wisata tersebut, diperlukan adanya komitmen investasi baru sebesar $414,8 juta dalam 5 tahun ke depan. Dengan asumsi kebutuhan investasi sektor pariwisata yang lebih luas, akan dibutuhkan total komitmen sektor pariwisata sebesar $525,7 juta dalam 5 tahun ke depan di tiga daerah tujuan wisata tersebut. Kegiatan yang diusulkan adalah menyederhanakan prosedur investasi dan persyaratan perizinan di sektor pariwisata dan memperkuat sistem untuk memantau dan memfasilitasi investasi swasta.

 

Kendala keempat adalah lemahnya koordinasi dan kemampuan implementasi untuk pembangunan daerah tujuan wisata berkelanjutan, yang memerlukan kombinasi intervensi publik dan swasta yang erat dan koordinasi antar kementerian/lembaga di tingkat nasional dan daerah. Di tingkat nasional, mekanisme koordinasi ini sudah dikembangkan. Namun demikian, mengingat Indonesia sangat terdesentralisasi, mekanisme koordinasi di tingkat provinsi dan di tingkat daerah tujuan wisata dan kemampuan implementasinya juga penting untuk mendapat perhatian, namun masih lemah atau belum ada. Diperlukan upaya untuk memperkuat kemampuan untuk memantau dan melestarikan kekayaan alam dan budaya secara lebih efektif . Diperlukan keterwakilan sektor swasta di semua tingkat — yang penting untuk mengukur dan menguji minat investor.

 

Salah satu terobosan terpenting dalam pengembangan wilayah wisata dipropinsi Kaltara adalah melalui skema pengembangan wilayah tertentu yang potensial dan memiliki karakter alam yang unik. Melalui suatu penetapan kawasan pengembangan dalam luasan tertentu, serta dimungkinkan kerjasama antara pelbagai pihak seperti pemerintah, pemerintah daerah (propinsi,kota, kabupaten) dan pihak investor swasta.  Jika peluang ini dibuka, umumnya investor swasta yang tertarik dapat mengajukan proposal yang menarik dengan trade off pengelolaan untuk jangka waktu tertentu yang diijinkan oleh undang-undang. Peranan pemerintah (pusat dan daerah) adalah membangun jaringan penghubung dan seluruh fasilitas pendukungnya sebagai bagian kewenangan dan tanggung jawab negara, dalam pelayanan infrastruktur publik. Imbas persaingan dagang antara Cina dan Amerika tentu akan mengakibatkan tekanan ekonomi dunia yang tidak menentu, seiring dengan wabah Virus Corona yang dengan cepat  menjadi wabah yang menakutkan setiap orang didunia. Bagaimanapun juga baik pemerintah maupun swasta perlu mengantisipasi setiap peluang untuk mengembangkan sumber-sumber devisa, manakala situasi yang kurang menguntungkan ini segera berlalu.

Visits: 46

Related Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back to top button